Jumat, 26 November 2010

Aku titipkan padaMu ya Rabb ^^

Tak ku pungkiri bahwa kebun hatiku memang menyimpan sebuah benih cinta..Baru berbentuk benih, belum ditanam, belum dipupuk, apalagi tumbuh bersemi..

Yaa, benih cinta itu sudah aku titipkan pada Rabbku..Aku biarkan Dia yang menjaganya untuk orang yang tepat..Orang yang memang Dia halalkan untuk menanam benih cinta itu di kebun hatiku..

Dan siapa orang yang tepat???Sedikitpun aku tak tau bagaimana skenarioNya..Sedikitpun aku juga tak berani berspekulasi terhadap keadaan di sekitar..Karena aku ingin semua tetap di dalam aturanNya yang benar..

Namun keyakinan akan janjiNya tak kan sedikitpun goyah..Bahwa laki-laki yg sholeh hanya untuk wanita yg sholehah..

Biar waktu berkata tentang benih cinta yang indah..Karena segalanya mudah bagi Allah..

Saat hati bertanya tentang sebuah nama yang masih menjadi rahasiaNya sendiri..Sebuah kepastian yang berselimut misteri..

Ketika Hati Memilihmu

aku tahu, aku hanya seorang wanita
yang tugasnya menunggu sang pangeran dalam penantian 
kata mereka, kau yang berhak memilih
dan kami, perempuan, hanya bisa
menolak atau menerima lamaran

tapi, bolehkah kali ini aku yang memilih?
memintamu untuk menjadi yang terindah di hatiku?
kau tinggal bilang ya, atau tidak. mudah kan?
ah, mungkin benar, dunia sudah terbalik
atau bisa juga ini hanya rasa khawatir
kutakut kalau Allah tidak menyisakan satu mujahidNya untukku
hahaha…dasar aneh!
bukankah Allah sudah berfirman
bahwa Dia menciptakan makhlukNya dengan berpasang-pasangan?
tapi, aku juga ingin tahu rasanya
berbunga ketika lamaranku diterimaa
atau kecewa saat pinanganku ditolak
mungkin dengan begitu, aku bisa berbagi dengan kaumku
bagaimana sih sakitnya ditolak?
agar para akhawat tak gampang mengucap kata “tidak”
dengan alasan yang sengaja dibuat buat :
masih ingin melanjutkan studilah
belum cukup umurlah belum siap mentallah kurang cocoklah!dan entah apa lagi…

tapi, bagaimana cara meminangmu ya?
apa aku harus mengajukan proposal lebih dulu?
atau langsung datang ke istanamu dan
memohon agar kau sudi menerimaku menjadi permisurimu?
itukah yang kau mau?

mungkin iya, aku tak seberani Bunda Khadijah
aku pun bukan bidadari yang tak dianugerahi rasa malu
karena ia memang diciptakan dan ditugaskan untuk melayanimu
tapi, jika aku boleh memilih
izinkan aku meminangmu sebagai kekasih


Jika Belum Siap, Cintai Dia dalam Diam

Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai DIA dalam diam ...
karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padaNya ...
kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya..

karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu.. menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu ..

karena diammu bukti kesetiaanmu padanya ..
karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah ALLAH swt. pilihkan untukmu ...

ingatkah kalian tentang kisah Fatimah dan ALi ?
yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan ...
tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah

karena dalam diammu tersimpan kekuatan ... kekuatan harapan ...
hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata ...
bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap padanya ?

dan jika memang ’cinta dalam diammu’ itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata,
biarkan ia tetap diam ...

jika dia memang bukan milikmu, toh Allah, melalui waktu akan menghapus ’cinta dalam diammu’ itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat ...

biarkan ’cinta dalam diammu’ itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu ...



(i wanna b change,insya Allah)

Selasa, 09 November 2010

TARIFF IMPORT (HAMBATAN PERDAGANGAN TARIFF)

Hambatan Perdagangan : Tariff

1. Pengertian
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas territorial.
Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tariff, yakni tarif impor (import tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap omoditi yang diimpor dari negara lain; dan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.
Ditinjau dari mekanisme penghitungannya, ada beberapa jenis tarif, yakni tarif spesifik, gabungan, dan tarif ad valorem. Tarif ad valorem (ad valorem tariffs) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya, suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap barang yang diimpor). Sedangkan tarif spesifik (specific tarif) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya saja, pungutan tiga dolar untuk setiap barel minyak). Dan yang terakhir, tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya.
2. Analisis Keseimbangan Parsial terhadap Tarif
a. Dampak-dampak Keseimbangan Parsial Akibat Pemberlakuan Tarif




D dan S melambangkan kurva permintaan serta kurva penawaran komoditi X di negara 2. Dalam kondisi perdagangan bebas, harga komoditi C adalah P =1 dolar per unit. Negara 2 akan mengonsumsinya sebanyak 70X (AB); 10X (AC) di antaranya merupakan produksi domestik, sedangkan 60X (CB) harus diimpor dari negara lain. Jika Negara 2 memberlakukan tarif sebesar 100 persen terhadap komoditi X, maka P melonjak menjadi 2 dolar per unit. Itulah harga yang harus ditanggung oleh konsumen di Negara 2, sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Akibatnya, penduduk Negara 2 akan menurunkan tingkat konsumsinya sebanyak 50 X (GH), serta mengubah komposisinya; 20X (GJ) merupakan produksi domestik, sedangkan 30X (JH) harus diimpor dari negara lain. Dengan demikian, dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi domestik bersifat negatif, yakni sebesar (-) 20X (BN). Sementara itu, dampak terhadap produksi meningkat bersifat positif, yakni akan menaikkannya sebesar 10X (CM). Namun secara keseluruhan, pemberlakuan tarif itu merugikan perdagangan, yakni (-) 30X (BN+CM), meskipun ia memberi pemasukan kepada pemerintah Negara 2 sebanyak 30 dolar (MJHN). Dengan demikian, dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi (consumption effect of the tariff) yakni berkurangnya konsumsi domestik yang mencapai 20X (BN). Sedangkan dampak pengenaan tarif terhadap produksi (production effect of the tariff) atau meningkatnya produksi domestik sama dengan 10X (CM). Sedangkan dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan (trade effect of the tariff) yakni turunnya impor sama dengan 30X (BN+CM). Yang terakhir, dampak pengenaan tarif terhadap penerimaan pemerintah (revenue effect of the tariff) atau terciptanya pemasukan bagi pemerintah mencapai 30 dolar, yakni 1 dolar dari 30 unit komoditi X yang diimpor (MJHN). Semakin elastis kurva D dan S maka dampaknya terhadap konsumsi, produksi dan perdagangan akan semakin besar serta akan memperkecil pendapatan pemerintah.
b. Dampak Pemberlakuan Tarif Terhadap Surplus Produsen dan Konsumen 
Surplus Konsumen adalah selisih antara harga yang sebenarnya dibayarkan dengan tingkat harga yang sanggup dibayar.
Surplus Produsen adalah selisih antara harga yang diterima produsen secara sukarela dengan harga yang seharusnya dapat ia terima.



Panel di sebelah kiri menunjukkan bahwa pemberlakuan tarif yang meningkatkan harga komoditi X dari 1 dolar menjadi 2 dolar, selanjutnya mengakibatkan berkurangnya surplus konsumen, yakni dari semula ARB= 122,5 dolar menjadi GRH= 62,5 dolar, atau yang diperlihatkan bidang AGBH= 60 dolar. Sedangkan panel senelah kanan memperlihatkan kenaikan surplus produsen akibat pemberlakuan tarif, sedangkan nilai kenaikan tersebut setara dengan luas bidang AGJC= 15 dolar.
c. Biaya dan Manfaat Tarif
Pendekatan yang biasa ditempuh untuk mengukur biaya dan manfaat tarif bergantung pada dua konsep yang lazim digunakan dalam analisis mikro ekonomi, yakni surplus produsen dan konsumen.


Gambar ini memperlihatkan bahwa kenaikan harga komoditi X dari 1 dolar menjadi 2 dolar akibat pemberlakuan tarif oleh pemerintah Negara 2 sebesar 100 persen, segera mengakibatkan penurunan surplus konsumen sebanyak AGHB = a + b + c + d = 15 + 5 + 30 + 10 = 60 dolar. Dari jumlah tersebut, 30 dolar diantaranya diterima pemerintah dalam bentuk pajak impor, kemudian 15 dolar lainnya (AGJC = a) diredistribusikan kepada para produsen komoditi X di dalam negeri dalam bentuk kenaikan rente atau surplus produsen, sedangkan 15 dolar sisanya (setara dengan bidang segitiga CJM = 5 dolar, dan segitiga BHN = 10 dolar) merupakan biaya proteksi atau biaya bobot mati yang harus dipikul oleh perekonomian Negara 2 tersebut secara keseluruhan. Production distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan produsen berproduksi secara berlebih yang mengakibatkan tidak semua barang terjualdengan harga yang menguntungkan, sedangkan Consumen distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan konsumen mengonsumsi barang lebih sedikit. Pengenaan tarif ini juga menyebabkan redistribusi pendapatan dari konsuman domestik kepada produsen domestik.
Oleh karena manfaat dan biaya masing-masing jatuh ke pihak atau kelompok-kelompok yang berlainan, maka evaluasi atas biaya-manfaat secara keseluruhan dari tarif bergantung pada sampai seberapa besarkah nilai manfaat atau keuntungan yang didapatkan setiap kelompok. Kerugian yang ditimbulkan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Namun untuk negara kecil yang tidak mampu mempengaruhi harga internasional, pengenaan tarif hanya akan menimbulkan kerugian karena tidak akan memiliki keuntungan dengan membaiknya nilai tukar perdagangan.
3. Teori Struktur Tarif
a. Tingkat Proteksi Efektif
Tingkat proteksi efektif yang dihitung atas dasar nilai tambah domestik, atau keuntungan dari proses-proses manufaktur yang berlangsung didalam negeri akan jauh melampaui tingkat tarif nominal. Nilai tambah domestik sama dengan hargafinal komoditi dikurangi biaya impor barang-barang input untuk keperluan produksi komoditi tersebut lebih lanjut di dalam negeri.
Tingkat proteksi efektif biasanya dihitung dengan rumus:
g = 
di mana g = tingkat proteksi efektif bagi para produsen komoditi final.
t = tingkat tarif nominal yang dibebankan kepada konsumen komoditi fial.
ai = rasio biaya komoditi input impor terhadap harga komoditi final dalam kondisi bebas tarif.
ti = tingkat tarif nominal terhadap komoditi input yang diimpor.
Jika, input lebih dari satu maka, rumus diatas menjadi:
g = 


b. Generalisasi dan Evaluasi Teori Proteksi Efektif
Berdasarkan kajian atas rumus tingkat proteksi efektif maka dapat diambil kesimpulan-kesimpulan penting mengenai hubungan antara tingkat proteksi efektif dan tingkat tarif nominal terhadap komoditi final, yaitu:
1. Jika ai = 0, maka g = t.
2. Pada nilai berapapun untuk ai dan ti, semakin besar tingkat tarif nominal (t), akan semakin besar tingkat proteksi efektifnya (g).
3. Pada nilai berapa pun untuk t dan ti, semakin besar ai, akan semakin besar nilai g.
4. Nilai g akan lebih besar (sama dengan, atau lebih kecil) dari t, jika nilai ti lebih kecil (sama dengan atau lebih besar) dari t
5. Apabila aiti lebih besar dari t, maka tingkat proteksi efektifnya menjadi negatif
4. Analisis Keseimbangan Umum terhadap Pemberlakuan Tarif di Negara Kecil 
a. Dampak-dampak keseimbangan Umum dari Pemberlakuan tarif di Negara Kecil
Ketika sebuah negara kecil memberlakukan tarif terhadap barang- barang impornya, hal tersebut tidak akan mempengaruhi harga- harga barang itu di pasaran internasional. Yang berubah hanyalah harga barang tersebut di pasar domestiknya sendiri, sehingga pihak yang harus menghadapi segala implikasi kenaikan harga itu adalah konsumen dan produsen di negara kecil yang bersangkutan. Di sini kita berasumsi bahwa pemerintah negara kecil tersebut tidak ingin mengenakan pajak internal yang terlalu besar terhadap warganya guna membiayai aneka pengeluaran negara, dan sebagai gantinya dia memungut pajak impor.
b. Ilustrasi Dampak Pengenaan Tarif di Negara Kecil



Pada PX/PY = 1 di pasar dunia, Negara 2 akan berproduksi di titik B, akan berkonsumsi di titik E (sebagaimana ditunjukkan gambar diatas). Namun ketika pemerintah mengenakan tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus dibayarkan pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100 persen terhadap kooditi X, harga komoditi tersebut bagi para produsen dan konsumen domestik langsung melonjak menjadi PX/PY = 2, sehingga para produsen domestik di negara 2 akan terdorong berproduksi di titik F. Itu berarti negara 2 akan mengekspor 30Y, an mengimpor 30X; separuh diantaranya, yakni GH atau 15X, akan langsung terarah ke konsumen domestik, sedangkan selebihnya, yakni HH’ yang juga bernilai 15X, akan menjekma sebagai pendapatan pemerintah yang bersumber dari pengenaan tarif ad valorem 100 persen terhadap komoditi X yang diimpor. Karena kita berasmsi bahwa pemerintah negara 2 menggunakan kebijakan tarif tersebut dalam rangka meredistribusikan pendapatan yang diperolehnya bagi warganya (agar beban pajak mereka tidak terlalu besar), maka tingkat konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva indifferen II’, tepatnya di titik H’ (titik perpotongan antara dua garis putus-putus). Itu berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat onsumsi dan kesejahteraan (titik H’) yang ada aetelah tarif tersebut diberlakukan.

Dari uraian diatas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan pokok sebagai berikut:
1. Dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang bersangkutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kondisinya dimasa perdaganan bebas. Hal ini dibktikan dengan bergesernya konsumsi dari titik E ke tiitik H’ yang terletak pada kurva indifferen yang lebih rendah daripada sebelumnya.
2. Penurunan ksejahteraan bersumber dari dua sebab, yakni: (a) Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia. (b) Konsumen tidak dapat lagi berkonsums pada kurva indifferen tertinggi yang memaksimumkan kesejateraan.
3. Volume perdagangan mengalami kemerosotan denan adanya tarif.
Semua ini merupakan dampak-dampak yang timbul dari tarif yang terjadi di sebuah negara kecil. Semakin tinggi tarif yang dikenakan, akan semakin besar kerugian yang timbul. Tarif gila-gilaan yang mematikan perdagangan internasional biasa disebut tarif prohibitif. 

QUOTA IMPORT (HAMBATAN-HAMBATAN PERDAGANGAN NON TARIF)

HAMBATAN-HAMBATAN PERDAGANGAN NON TARIF

Kebijakan perdagangan internasional adalah berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara lansung maupun tidak lansung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional negara tersebut. Kebijakan perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional, industri dalam negeri, dan lapangan kerja serta menjaga stabilitas ekonomi nasional. Akan tetapi, dalam praktek perdagangan internasional saat ini, kebanyakan pemerintah melakukan campur tangan dalam kegiatan perdagangan internasional menggunakan kebijakan lainnya yang lebih rumit, yaitu kebijakan nontarif barrier (NTB). Hal ini dilakukan negara tersebut untuk menyembunyikan motif proteksi atau sekedar mengecoh negara lainnya. Oleh karena itu, sampai saat ini masih banyak negara yang memberlakukan kebijakan nontarif barrier walaupun beberapa ahli beranggapan bahwa kebijakan nontarif barrier dapat menjadi penghalang untuk tercapainya keterbukaan dalam perdagangan internasional.
A. Berbagai Hambatan Nontarif

1. Kuota impor

Kuota impor adalah pembatasan secara lansung terhadap jumlah barang yang boleh diimpor dari luar negeri untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor suatu produk yang jumlahnya dibatasi secara lansung.
Kuota impor dapat digunakan untuk melindungi sektor industri tertentu dan neraca pembayaran suatu negara. Negara maju pada umumnya memberlakukan kuota impor untuk melindungi sektor pertaniannya. Sedangkan negara-negara berkembang melakukan kebijakan kuota impor untuk melindungi sektor industri manufakturnya atau untuk melindungi kondisi neraca pembayarannya yang seringkali mengalami defisit akibat lebih besarnya impor daripada ekspor.

Dampak-dampak keseimbangan parsial dari pemberlakuan kuota impor dapat dilihat pada grafik dibawah ini : 


Dx dan Sx masing-masing adalah kurva penawaran untuk komoditi X di suatu negara. Dalm kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah harga dunia, yakni Px=$1. Jika negara tersebut memberlakukan kuota impor 30X (JH), hal itu mengakibatkan kenaikan harga menjadi Px=$2, dan konsumsi akan turun menjadi 50X (GH), di mana 20X (GJ) di antaranya merupakan produksi domestik sedangkan sisanya adalah impor. Jika pemerintah melelang lisensi impor dalam suatu pasar kompetitif, maka pemerintah akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar $30 (JHNM). Penambahan pendapatan bagi pemerintah sebesar itu sama seperti yang ditimbulkan jika negara tersebut memberlakukan tarif impor sebesar 100%. Namun seandainya kurva penawaran bergeser dari Dx ke Dx’, maka pemberlakuan kuota impor sebesar 30X (J’H’) akan menambah konsumsi dari 50X menjadi 55X (G’H’) dan 25X (G’J’) di antaranya merupakan produksi domestik.

Perbedaan kuota impor dan tarif impor yang setara :

a. Pemberlakuan kuota impor akan memperbesar permintaan yang selanjutnya akan diikuti kenaikan harga domestik dan produksi domestik yang lebih besar daripada yang diakibatkan oleh pemberlakuan tarif impor yang setara;

b. Dalam pemberlakuan kuota impor, jika pemerintah melakukan pemilihan perusahaan yang berhak memperoleh lisensi impor tanpa mempertimbangkan efisiensi, maka akan menyebabkan timbulnya monopoli dan distorsi;

c. Pada kuota impor, pemerintah akan memperoleh pendapatan secara lansung melalui pemungutan secara lansung pada penerima lisensi impor;

d. Kuota impor membatasi arus masuk impor dalam jumlah yang pasti, sedangkan tarif impor membatasi arus masuk impor dalm jumlah yang tidak dapat dipastikan.
Macam-macam kuota impor :
i. Absolute/ uniteral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara sepihak (tanpa negoisasi).
ii. Negotiated/ bilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas kesepakatan atau menurut perjanjian.
iii. Tarif kuota, yaitu pembatasan impor yang dilakukan dengan mengkombinasikan sistem tarif dengan sistem kuota.
iv. Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertent untuk melindungi industri dalam negeri.

2. Pembatasan Ekspor Secara Sukarela

Konsep ini mengacu pada kasus di mana negara pengimpor mendorong atau bahkan memaksa negara lain mengurangi ekspornya secara sukarela dengan ancaman bahwa negara pengimpor tersebut akan melakukan hambatan perdagangan yang lebih keras lagi. Kebijakan ini dilakukan berdasarkan kekhawatiran akan lumpuhnya sektor tertentu dalam perekonomian domestik akibat impor yang berlebih.
Pembatasan ekspor secara sukarela ini kurang efektif, karena pada umumnya negara pengekspor enggan membatasi arus ekspornya secara sukarela. Pembatasan ekspor ini justru membebankan biaya yang lebih mahal bagi negar pengimpor karena lisensi impor yang bernilai tinggi itu justru diberikan pada pemerintah atau perusahaan asing.

3. Kartel-kartel Internasional

Kartel internasional adalah sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari berbagai negara. Mereka sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan ekspor komoditi tersebut dengan tujuan memaksimalkan dan meningkatkan total keuntungan mereka. Berpengaruh tidaknya suatu kartel ditentukan oleh hal-hal berikut:
a. Sebuah kartel internasional berpeluang lebih besar untuk berhasil dalam menentukan harga jika komoditi yang mereka kuasai tidak memiliki subtitusi;
b. Peluang tersebut akan semakin besar apabila jumlah produsen, negara, atau pihak yang terhimpun dalam kartel relatif sedikit.

4. Dumping

Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh di bawah pasaran, atau penjualan komoditi ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya. Dumping diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Dumping terus-menerus atau international price discrimination adalah kecenderungan terus-menerus dari suatu perusahaan monopolis domestik untuk memaksimalkan keuntungannya dengan menjual suatu komoditi dengan harga yang lebih tinggi di pasaran domestik, sedangkan harga yang dipasangnya di pasar luar negeri sengaja dibuat lebih murah;
b. Dumping harga yang bersifat predator atau predatory dumping praktek penjualan komoditi di bawah harga yang jauh lebih murah ketimbang harga domestiknya. Proses dumping ini pada umumnya berlansung sementara, namun diskriminasi harganya sangat tajam sehingga dapat mematikan produk pesaing dalam waktu singkat;
c. Dumping sporadis atau sporadic dumping adalah suatu komoditi di bawah harga atau penjualan komoditi itu ke luar negeri dengan harga yang sedikit lebih murah daripada produk domestik, namun hanya terjadi saat ingin mengatasi surplus komoditi yang sesekali terjadi tanpa menurunkan harga domestik.

5. Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor adalah pembayaran lansung atau pemberian keringanan pajak dan bantuan subsidi pada para eksportir atau calon eksportir nasional, dan atau pemberian pinjaman berbunga rendah kepada para pengimpor asing dalam rangka memacu ekspor suatu negara. Analisis subsidi ekspor disajikan secara grafis pada grafik berikut ini :


Dalam kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah Px=$3,5. Dalam kondisi tersebut, negara 2 yang merupakan sebuah negara kecil akan memproduksi komoditi X sebanyak 35 unit (A’C’), sebagian di antaranya yakni sebanyak 20 unit akan dikonsumsi sendiri (A’B’), sedangkan sisanya 15 unit akan diekspor (B’C’). namun setelah pemerintah negara 2 memberikan subsidi ekspor sebesar $0,5 untuk setiap unit komoditi X yang diekspor, maka Px meningkat menjadi $4/unit bagi para produsen dan konsumen domestik. Sementara itu harga yang dihadapi oleh produsen dan konsumen luar negeri tetap. Berdasarkan tingkat harga baru Px=$4 tersebut, para produsen di negara 2 akan meningkatkan produksi komoditi X hingga (G’J’). sementara itu para konsumen yang menghadapi harga yang lebih mahal akan menurunkan konsumsinya menjadi 10 unit (G’H’), sehingga jumlah komoditi X yang diekspor juga meningkat menjadi 30 unit (H’J’). kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi konsumen domestik sebesar $7,5 (luas bidang a’+b’), sedangkan produsen memperoleh keuntungan tambahan sebesar $18,75 (luas bidang a’+b’+c’). selain itu, pemerintah yang memberikan subsidi akan memikul kerugian sebesar $15 (B’+C’+D’). secara keseluruhan kerugian yang dialami negara 2 (negara proteksi) mencapai $3,75 yang setara dengan penjumlahan luas segitiga B’H’N’ = b’ = $2,5 dan C’J’M’ = d’ = $1,25.

B. Tinjauan Atas Pengaturan-Pengaturan Pembatasan Ekspor Secara Sukarela Di Sejumlah Negara Maju

1. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan baru-baru ini mengenai dampak dari pembatasan ekspor secara sukarela yang dilakukan di negara-negara maju mengungkapkan bahwa sekitar 67% biaya atau kerugian yang muncul dari kebijakan ini ditanggung oleh konsumen, sehingga ini terhitung sebagai rente yang diperoleh produsen. Dengan kata lain, bagian terbesar dari biaya yang terkandung dalam instrumen lebih merupakan alih pendapatan ke pihak luar, di samping itu juga kerugian berupa kemerosotan efisiensi. Hal ini menegaskan bahwa dari sudut pandang nasional, kebijakan ini lebih merugikan daripada tarif.

2. Upaya Washington Untuk Membatasi Arus Ekspor Mobil Jepang Ke Amerika Serikat
Lonjakan tajam harga minyak dan krisis bahan bakar di Amerika pada tahun 1979 mebuat selera pasar bergeser ke mobil berukuran kecil. Jepang sebagai produsen mobil berukuran kecil pun mulai mengekspor produknya ke Amerika. Hal ini menyebabkan tingkat produksi otomotif di Amerika menurun. Untuk melindungi industri domestiknya, Amerika mengadakan perjanjian pembatasan impor dengan Jepang pada tahun 1981. Sebagai tindak lanjut perjanjian ini, produsen mobil Amerika Serikat berusaha meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kualitasnya, walaupun dengan begitu harga satuan produknya menjadi relatih lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan Jepang sendirimembiarkan diri dipaksa secara tidak lansung untuk menjual hasil produksinya dengan harga yang lebih mahal, sehingga mereka dapat menikmati margin laba yang lebih besar dari setiap unit mobil yang dijualnya pada konsumen Amerika.
Hal tersebut tentu saja merugikan konsumen Amerika yang terpaksa mebayar lebih mahal untuk mendapatkan satu unit mobil. Akhirnya sejak tahun 1985, Amerika tidak lagi menuntut pembatasan ekspor otomotif dari Jepang, namun Jepang secara sepihak membatasi ekspor mobilnya secara sengaja. Pada tahun 1990-an, perusahaan-perusahaan mobil Jepang melakukan investasi besar-besaran di Amerika dengan membangun pabrik-pabrik perakitan di Amerika. Tanpa memacu ekspornya, Jepang telah dapat menjual begitu banyak mobil di Amerika Serikat melalui pabrik-pabrik yang terdapat di negara itu. Dengan demikian, melalui investasi lansung, perusahaan-perusahaan Jepang mampu mengatasi ancaman hambatan perdagangan dan kontroversi di masa mendatang.
Penelusuran dampak-dampak dari pengendalian ekspor secara sukarela ini cukup rumit karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh. Pertama, mobil-mobil Jepang dan Amerika bukan merupakan subtitusi sempurna. Kedua, sampai tingkat tertentu industri Jepang memberikan reaksi atas pembatasan ini dengan meningkatkan kualitas dan menjual mobil-mobil yang lebih mahal dengan memberikan aksesori tambahan. Ketiga, industri mobil bukan merupakan pasar persaingan sempurna.

3. Praktek Pemberian Subsidi Pertanian Di Negara-Negara Industri
Negara-negara industri maju memberikan subsidi pada produsen di sektor pertaniannya dalam jumlah besar dan cenderung meningkat tiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan negara-negara maju memproduksi barang pertanian lebih banyak dari kesanggupan membelinya. Untuk mengatasi peningkatan cadangan yang nyaris tak terkendali, mereka mengekspor kelebihan produksi pertaniannya. Karena harga penyangga barang tersebut lebih tinggi dari harga dunia, maka pemerintah negara majau memberikan subsidi ekspor untuk menghilangkan perbedaan harga dan dapat mengekspor hasil produksinya. Subsidi tersebut cenderung menekan harga dunia dan akibatnya meningkatkan kebutuhan dana subsidi.

4. Proteksi Terkendali Di Amerika Serikat Dan Negara-Negara Lain
Proteksi terkendali dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
¤ Langkah-langkah pengamanan (safeguards), adalah pemberian dukunga khusus bagi para produsen domestik yang terpukul oleh tekanan persaingan impor yang dianggap tidak jujur atau tidak wajar
¤ Pajak pengimbangan (countervailling duties), adalah tarif tambahan yang dikenakan terhadap produk-produk impor tertentu yang dianggap memiliki daya saing karena didukung subsidi ekspor dari negara asalnya untuk menghilangkan selisih harga yang timbul akibat subsidi.
¤ Tindakan anti-dumping, adalah langkah yang diambil pemerintah suatu negara untuk mengatasi dumping yang dilakukan negara pengekspor.

5. Hambatan-Hambatan Perdagangan Nontarif Di Amerika Serikat, Uni Eropa, Dan Jepang

Perdagangan dunia liberal yang telah berjalan baik sejak Perang Dunia II dianggap telah berperan penting bagi peningkatan kesejahteraan dunia. Namun kini berbagai hambatan nontarif menjadi ancaman besar bagi keberadaan dan perkembangan sistem perdagangan dunia liberal.

C. Putaran Uruguay
Putaran Uruguay adalah babak 8 negosiasi perdagangan multilateral (MTN) dilakukan dalam kerangka Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT), mulai 1986-1994 dan merangkul 123 negara sebagai "pihak kontraktor". Putaran Uruguay mengubah GATT ke Organisasi Perdagangan Dunia.
Putaran diberlakukan pada tahun 1995 dan telah diimplementasikan selama periode sampai 2000 (2004 dalam kasus negara berkembang pihak kontraktor) di bawah arahan administratif baru dibuat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Putaran Uruguay tentang Perjanjian Pertanian, yang dikelola oleh WTO, membawa perdagangan pertanian lebih lengkap di bawah GATT. Putaran Uruguay menyebabkan perubahan pembatasan kuantitatif untuk tarif dan penurunan tarif secara bertahap. Perjanjian tersebut juga memberlakukan aturan dan disiplin pada subsidi ekspor pertanian, subsidi domestik, dan sanitasi dan phytosanitary (SPS) tindakan.
Hasil dari Putaran Uruguay antara lain :
1. Soal tarif. Negara-negara anggota sepakat untuk menurunkan tarif yang selama ini masih diberlakukan untuk produk-produk industri dari rata-rata 4.7% menjadi 3 %, sedangkan proporsi produk yang dibebaskan dari tarif akan ditingkatkan dari 20-22 % menjadi 40-45 %. Tarif untuk beberapa sektor tertentu dihapuskan sama sekali misalnya untuk sektor farmasi, peralatan, konstruksi, perlengkapan medis, produk kertas, dan baja.
2. Soal kuota, Tingkat tarif untuk produk pertanian turun untuk negara berkembang dari menjadi 24% dan untuk negara industri menjadi 36%. Sedang tarif untuk tekstil turun menjadi 25%.
3. Soal tindakan anti-dumping. Putaran Uruguay menetapkan ketentuan yang lebih tegas dan cepat, meskipun tidak melarang penggunaan politik dumping.
4. Mengenai subsidi, volume pertanian yang disubsidi dikurangi hingga 21% dalam periode 6 tahun. Sedangkan subsidi pemerintah untuk kegiatan riset industri yang bersifat penelitian dasar dibatasi 50% dari total biaya riset terapan.
5. Mengenai ketentuan pengaman khusus, negara-negara masih dimungkinkan untuk meningkatkan tarif atau melakukan restriksi untuk perdagangan tertentu guna meredam lonjakan impor yang diperkirakan dapat memukul perindustrian domestik, kecuali dalam bidang kesehatan.
6. Mengenai hak cipta, Putaran Uruguay menetapkan bahwa hak cipta memiliki masa 20 tahun, namun ada kelonggaran membayar royalty selama 10 tahun untuk sektor industri farmasi selama 10 tahun.
7. Mengenai perdagangan sektor jasa, dalam hal ini Amerika gagal memperoleh akses untuk jasa perbankan di negara Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara berkembang lainnya. Selain itu Amerika juga gagal memaksa Perancis dan juga negara anggota Uni-Eropa lain agar mengahapuskan hambatan-hambatan masuknya film-film dan acara Amerika secara bebas.
8. Mengenai industri lain pada umumnya, Amerika dan negara Eropa lain sepakat membatasi subsidi pemerintah bagi subsidi pemerintah bagi pesawat terbang sipil, pembukaan pasar telepon jarak jauh, dan pembatasan subsidi bagi produsen baja, dan Amerika juga membicarakan tentang pembukaan pasar chip semikonduktor di Jepang.
9. Mengenai aspek-aspek investasi yang berkenaan dengan perdagangan. Putaran Uruguay sepakat menghilangkan berbagai persyaratan bagi para investor luar negeri, misalnya untuk membeli suku cadang lokal atau mengadakan ekspor senilai impornya.
10. Rencana pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, negara peserta Putaran Uruguay sepakat untuk membentuk WTO menggantikan GATT.

Selasa, 02 November 2010

oh Pak Bakri

ngin bertiup ke selatan…
Cuaca teduh, jalan raya Porong yang tak pernah tidur berlari menyambut fajar. Matahari naik sepenggalah, udara di musim kemarau tahun ini terasa mengukus suhu tubuh. Siang nanti, jalan yang menghubungkan Surabaya dan Malang ini pasti makin sesak dilalulalang kendaraan. Nyaris tak ada yang menyangka, di jalan ini, akan melintas pula prahara yang mengguncang belahan timur Pulau Jawa. Prahara itu muncul berupa lumpur yang bermunceratan dari perut bumi.
“Tanah dekat lokasi pengeboran menyemburkan lumpur.” Ujar Diayu.
Tanur, anak sematawayangnya, tersentak mendengar kabar itu. Angin pun meniup bau tak sedap, aromanya menyengat, seolah gas belerang dari kawah Jero dan Plupuh di puncak gunung Welirang muntah berduyun-duyun menyerbu kampung-kampung di lembah Porong.
“Apa penyebabnya, Bu?”
Diayu berdiri kelu, ia hanya memberi jawaban dengan sebisanya menggelengkan kepala. Wajahnya makin lugu dan pasrah, kelopak matanya mengisyaratkan beban. Tanur masih menahan diri dan menunggu ibunya menerangkan ihwal prahara itu.
“Bau menyengat yang kita hirup sejak kemaren ternyata berasal dari gas yang dikandung lumpur itu.”
Diayu menerangkan ihwal prahara itu panjang lebar. Mendengar tutur ibunya, nur wajah belia Tanur redup, otak mungil di batok kepalanya tak serta-merta mampu mencerna, ada apa gerangan sehingga lumpur tiba-tiba menyembur seperti air mancur.
“Kenapa tidak disumbat?”
Diayu kembali menggelengkan kepala, ia menjawab seadanya.
“Semburannya malahan makin menjadi.”
Semburan lumpur itu memang perkasa, marabahaya yang timbul dari geliatnya sangat mengancam. Geloranya dahsyat, mengesankan gelegar kemurkaan yang hebat. Pasti ia sanggup meluluhlantakkan makhluk dan benda yang dijumpainya dalam sekejap. Diayu dan Tanur bagai hanya menanti rubuhnya tiang-tiang rumah mereka. Terlebih karena sudah santer kabar, bahwa tanggul tanggap darurat yang dibangun untuk membendung luapan lumpur itu, goyah. Bola-bola benton raksasa yang diperuntukkan merekayasa tekanan dan memperkecil permukaan semburannya juga sudah tak berdaya.
“Ada yang menyangka perusahaan pak Bakrie itu penyebabnya.”
“Perusahaan, pak Bakrie?”
“Ya, perusahaan yang mengebor gas di sekitar kampung kita.”
Diayu kemudian berpaling. Ia beranjak ke dapur. Tanur menerawang seorang diri, senyumnya menyembul kecut menatap langit-langit rumahnya yang tanpa plafon, tampaklah sarang laba-laba membelukari rangka atap rumah itu.
Sementara luapan lumpur terus merayapi dinding tanggul, memusar, beriak, laksana ombak dilempit arus. Jelas tampak kalau gerakan lumpur itu terus mendesak, menerabas lapisan tanggul yang mengurungnya. Seolah ia tak mau diredam, enggan dihalang. Langkahnya makin susah dihalau. Lumpur panas, ganas, dan memancur makin deras itu benar-benar membuat koorporasi raksasa bernama Lapindo Brantas limbung.
Di hari tragis itu, Lapindo Brantas tak ubah gajah Abrahah yang tiba-tiba dihadang burung-burung aneh, muncul tak terduga dalam jumlah tak terbilang, dan sekonyong-konyong melempari dengan gumpalan-gumpalan lumpur yang seolah berasal dari jurang neraka. Aktivitas pengeboran Lapindo Brantas sudah terhenti sebelum lumpur itu menyembur, sebab mata bornya patah dikedalaman tanah beribu-ribu kaki.
“Baru kemaren rasanya ratusan ribu nyawa melayang oleh gelombang tsunami di Aceh, sekarang menyembur lumpur aneh di kampungku. Rasanya negeri ini sudah dikepung bencana.” Gumam Diayu, sambil menata piring-piring di hadapannya.
Seminggu kemudian tanggul jebol, lumpur yang meluap dari tanggul merembes dengan cepat, menyebar ke kampung-kampung di sekitarnya. Dalam sekejap, kampung-kampung di Porong yang berdekatan dengan Renokenongo seperti Siring, Kedungbendo, Jatirejo, karam. Seolah segala hidup akan terbenam ke perut bumi. Manusia berserakan seumpama buih, lari mengungsi.
Apa hendak di kata, meskipun para korban prahara itu selamat dari amuk lumpur, namun tanah, rumah, sekolah, tempat ibadah, dan seluruh harta benda mereka musnah. Mereka kehilangan begitu banyak hal yang menyejarah dalam kehidupan mereka. Siapa yang bisa membayangkan getirnya, jika keindahan alam nan bersahaja bagi mereka yang mendiaminya terampas secara paksa dan tiba-tiba. Diayu dan Tanur pun tak pernah membayangkan hal itu, akan kehilangan lebih dari sepetak tanah dan rumah mereka. Dan, tak pernah menduga sampai kehilangan kampung halaman.
Di kampung-kampung yang telah ditinggalkan itu, tak ada lagi senda yang singgah. Riuh-rendah suara yang biasa bercengkerama di pekarangan rumah-rumah idaman mereka, lesap. Harmoni alam dan manusia menguap entah kemana. Ada pula orang yang tanpa sengaja tergelincir, jatuh tersungkur ke dalam kubangan lumpur. Sementara udara kotor yang ditebar lumpur sudah merontokkan nyawa. Seorang warga tiba-tiba diserang sesak nafas karena tak tahan dikekang bau lumpur yang mengandung gas menyengat itu. Ia pun terkulai kaku, tubuhnya membeku untuk selamanya.
Inilah awal dari sebuah tragedi besar. Ekspansi alamiah dan penaklukan sistematis yang paling dramatis. Kegundahan begitu tampak di wajah Diayu dan Tanur.
Hari-hari berikutnya kehancuran semakin hebat. Gedung sekolah satu per satu poranda. Anak-anak didik terbengkalai. Mereka telah menjadi anak-anak lumpur, sekolah di lumpur, berguru kepada lumpur. Catatan harian yang memenuhi buku-buku tulis mereka seolah hanya lumpur.
Anak-anak sebaya Tanur hanya mampu membetik rasa heran ditingkah tangis yang menderai di kelopak mata jenaka mereka. Mengapa kampung kami begitu mudah terampas?
Genosida yang sempurna melalui media lumpur itu tak hanya memukul harapan, menaklukkan gairah, tapi juga membekukan aliran darah. Tanah-tanah tetirah karam. Kampung-kampung yang dihuni ribuan manusia itu hanya menyisa jejak duka mahaharu yang tak terperikan. Benar-benar tak ada yang menyangka, jika segala kehidupan di kampung mereka akan berubah wujud dalam sekejap menjadi telaga lumpur.
Akibat semburan lumpur yang kian membabi buta, semilir angin yang sejuk telah menjelma hantu kotor. Tiap hembusannya adalah ancaman. Segenap tanah dan rumah yang ia genangi adalah tumpahan airmata.
Meskipun literasi ilmu dan teknologi sudah dibongkar untuk mencari tahu alat peredam semburan lumpur, para ilmuan dikerahkan dalam segala daya upaya dengan pengetahuan mutakhir di kepala mereka, tak lain untuk menemukan metoda kompromi dengan lumpur, atau cara berunding yang paling mungkin menjinakkannya.
Namun, semburan lumpur itu seperti tak bisa lagi dihentikan. Prosesnya mungkin akan sepanjang usia manusia.